Jumat, 20 Agustus 2010

sejarah perpolitikan dayak kalimantan barat

22 Mei - 24 Juli 1894
Musyawarah Besar Tumbang Anoi di Desa Huron Anoi Kahayan Ulu Kalimantan Tengah. Para kepala adat se-kalimantan berkumpul dan sepakat untuk menghentikan “pengayauan” antar orang Dayak. Musyawarah ini disaksikan oleh pemerintah kolonial Belanda.

1919
Berdiri Sarikat Dayak di Kalimantan Tengah. Pendirinya M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian L. Kamis, Tamanggung Toendan, Achmad Anwar, Hausman Baboe dan Mohamad Norman.

20 Agustus 1938
Sarikat Dayak diubah menjadi Pakat Dayak. Kantor pusat dipindahkan ke Kalimantan Selatan. Ketua umumnya sdr Mahir Mahar

13 Mei 1944
Deklarasi Angkatan Perang Majang Desa. Dari bulan April hingga Agustus 1944, terjadi Perang yang dikenal dengan Perang Madjang Desa di Embuan Kunyil, Kec. Meliau Kab. Sanggau. Pendirinya Temenggung Mandi/Pang Dandan, Menera alias Pang Suma, Agustinus Timbang,dkk

30 Oktober 1945
Berdiri Daya In Action (DIA) di Putussibau Kapuas Hulu Kalbar, didirikan oleh FC. Palaoensoeka,dkk dengan pastor moderator Pastor Adikarjana,SJ.

1 Nopember 1945
DIA diubah menjadi Partai Persatuan Daya (PD). Kantor pusat dipindahkan ke Pontianak. Tokoh-tokohnya antara lain Oevaang, AF Korak, Lim Bak Meng, Tio Kiang Sun, HM Sauk, FC Palaoensoeka.

Oktober 1946
NICA mendirikan sebuah Dewan Kalimantan Barat yang beranggotakan perwakilan dari 40 kelompok etnis, pegawai pemerintah dan seorang anggota dari masing-masing keswaprajaan yang baru dikukuhkan kembali. Letnan Gubernur Van Mook tampak menggunakan dewan ini sebagai batu loncatan untuk membuat negara sendiri di Kalimantan Barat seperti yang telah dilakukannya untuk negara Indonesia Timur di dalam kaitannya mendirikan Negera Indonesia Serikat (federasi)

12 Mei 1947
Karesidenan Kalbar diubah menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat. Melalui DIKB ini, para pengurus PD (Oevaang, AF Korak, Lim Bak Meng, Tio Kiang Sun, HM Sauk) diangkat menjadi anggota badan pemerintah harian (Dagelijhk Bertuur) Daerah Istimewa Kalimantan Barat.

13-15 Juli 1950
Kongres Pertama PD Se-Kalimantan Barat di Sanggau. Ketua Umum pertama PD: FC Palaoensoeka. Dalam upayanya untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan colonial, PD mencanangkan program (dan kredo) pemberdayaan diri: “nasibmu terletak pada usahamu” (di usahamu letak nasibmu).

29 September 1955
PEMILU untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Persatuan Daya (PD) memperoleh 146.054 suara atau 0,39% dan berhak mendapat 1 kursi DPR-RI.

15 Desember 1955
PEMILU anggota Konstituante. Persatuan Daya (PD) memperoleh 169.222 suara atau 0,45% dan berhak mendapat 3 kursi di Konstituante.

1 Maret 1956
Pengumuman Hasil Pemilu 1955. Berikut Hasil Pemilu 1955 di Kalbar: Persatuan Dayak 12 kursi, Masyumi 9 Kursi, PNI 4 kursi, NU 2 kursi, IPKI 1 kursi, PSI 1 kursi dan PKI 1 kursi. Total kursi yang tersedia 30 kursi.

1 Januari 1957
Propinsi Kalimantan Barat terbentuk berdasarkan UU No 25 Tahun 1956. Gubernur Pertama adalah AP. Afllus, periode 1957-1958 menyusul DA Yudadibrata pada periode 1958-1959.

13 Nopember 1958
Sidang I DPRD Kalbar yang menetapkan 3 calon Kepala Daerah yakni YC Oevang Oeray (PD), Musani A.Rani (Masyumi) dan Lumban Tobing (PNI). Melalui Keppres RI No 59 Tahun 1959, Oevang Oeray ditetapkan sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Kalbar. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dikeluarkanlah Penpres No.6/1959 tentang Bentuk, Susunan, Tugas dan Kekuasaan Pemerintah Daerah.

14 Nopember 1959
Sidang DPRD Tk I Kalbar, Oevang Oeray berhasil terpilih sebagai Gubernur KDH Tk.I Kalbar yang disahkan oleh Keppres No.465/1959, tanggal 24 Desember 1959 untuk periode 1 Januari 1960-12 Juli 1966.

5 Juli 1959
Dekrit Presiden, yang menyatakan pembubaran Konstituante dan berlaku kembali UUD’45. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

4 Juni 1960
Presiden membubarkan DPR-RI hasil Pemilu 1955 setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah.

1960-1966
Beraliansi dengan PNI, PD berhasil menempatkan orang-orangnya dipemerintahan, yakni:
1. Anggota konstituante (JC Oevang Oeray, A. Djelani, Wilibrodus Hitam yang meninggal dan digantikan Daniel, wedana Bengkayang).
2. DPR-RI (FC Palaunsoeka),
3. Gubernur (Oevang Oeray), dan
4. Bupati (MTH Djaman/Sanggau, GP Djaoeng/Sintang, Amastasius Syahdan/Kapuas Hulu dan Agustinus Djelani/Pontianak).

Bulan Juli 1966
Gubernur Oevang Oeray, digulingkan dari kekuasaannya karena dituduh orang Soekarno, karena posisinya di Partindo, sebuah partai politik yang didirikan Soekarno. Selain tokoh politik PD dihabisi pemerintah, banyak PNS Dayak yang diberhentikan dengan tuduhan terlibat PKI, sebuah partai yang mencoba melakukan KUDETA tahun 1965 di Jakarta dan membunuh jendral-jendral TNI Angkatan Darat

Menjelang tahun 1967
Oleh rezim Orde Baru, 4 Bupati orang Dayak dari PD juga diganti.

23 Maret 1985
Berdiri Dewan Adat Dayak Kab. Pontianak di SMP Anjungan Kab. Pontianak. Terpilih F. Bahaudin Kay sebagai Ketua Umum DAD.

9 Februari 1994
Pemilihan Bupati Sintang, Drs. LH Kadir kalah karena dibohongi Golkar. Disepanjang lereng Gunung Seha’ Kab. Landak ratusan massa Dayak memblokir jalan dan menebang pohon karena kecewa dengan Golkar.

12 Agustus 1994
Berdiri Majelis Adat Dayak Kalbar di Kota Pontianak. Terpilih sebagai ketua umum Yacobus F. Layang,SH, dan Sekretaris Umum DR. Piet Herman Abik M.App.Sc

1995
Pemilihan Bupati Kapuas Hulu, Yacobus F Layang,SH berhasil terpilih. Inilah Bupati pertama Orang Dayak pasca Persatuan Dayak (PD) atau selama pemerintah Orde Baru berkuasa.

13 Maret 1995
Dibentuk Pengurus Daerah Paguyuban Salus Populi Kalbar, yang diketuai Drs SM Kaphat, sebuah organisasi pengkaderan umat katolik dalam bidang politik.

1996/1997
Terjadi kerusuhan antar etnik Dayak dengan Madura di Sanggau Ledo Kabupaten Sambas (Sekarang Kabupaten Bengkayang), dan meluas di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Sanggau.

1998
Pemilihan Bupati Sanggau, Michael Anjioe terpilih sebagai Bupati Dayak ketiga di Kalbar. Terjadi aksi ribuan massa Dayak menolak Calon yang diusung Golkar (Drs Soemitro) dan menurunkan paksa ZA Baisuni (militer-madura) sebagai Bupati Sanggau.

5 Februari 1999
Pemilihan Bupati Pontianak, Drs. Cornelius Kimha, M.Si menjadi Bupati Dayak kedua di Kalbar. Terjadi pembakaran Gedung DPRD Mempawah oleh ribuan massa yang kecewa karena calonnya (Drs. Cornelis, Camat Menyuke, sekarang Gubernur Kalbar) tidak terakomodir partai politik di DPRD

1999
Terjadi kerusuhan antar etnik Melayu—Dayak dengan Madura di Kabupaten Sambas, meluas di Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang.

5 Desember 1999
Musyawarah Besar Ikatan Keluarga Dayak Islam (IKDI) Kalbar di Auditorium Universitas Muhammadiyah Pontianak. Organisasi ini diketuai oleh Drs. Husni Amanullah.

1999
Pemilihan MPR-RI Utusan Daerah Kalbar, dalam pemilihan, Dayak menuntut perimbangan 2:2:1 (2 Dayak, 2 Melayu dan 1 Tionghoa), namun perjuangan ini kandas dan aksi ribuan massa Dayak dibalas dengan serangan fisik oleh TNI dan Polisi terhadap massa yang mencoba membakar Gedung DPRD Propinsi Kalbar. Beberapa orang massa luka-luka.

1999
Drs. Yacobus Luna terpilih sebagai plt Bupati Bengkayang, Bupati Dayak keempat di Kalbar. Pemekaran Kabupaten Sambas. Dalam Pemilihan Bupati Bengkayang, Yacobus Luna berhasil terpilih untuk periode 2000-2005

2001
Gagal pada pemilihan Bupati Pontianak tahun 1998, Drs Cornelis, terpilih sebagai Bupati Landak, Bupati Dayak kelima di Kalbar. Pemekaran Kabupaten Pontianak tahun 2000. dalam pemilihan Bupati Landak, Drs Cornelis berhasil terpilih sebagai bu[ati periode 2001-2006.

2002
Drs Elyakim Simon Djalil, terpilih sebagai Bupati Sintang, Bupati Dayak keenam di Kalbar. Ada aksi-aksi massa Dayak yang menuntut agar Bupati harus Dayak

Mei 2003
Menghadapi Pemilihan Gubernur Kalbar tahun 2003, GP Djaoeng, Mantan Bupati Sintang dimasa Partai Persatuan Dayak mengajak elit politik Dayak untuk bersatu (baca: KR No.93/Th.XII/Mei 2003)

18 November 2003
Blokade Bis disebadu sehubungan tidak adanya Calon Gubernur Dayak yang mandapat perahu partai politik di propinsi. Di Desa Sebadu dan Desa Garu Kab. Landak. Ribuan massa rakyat Dayak kecewa dan memblokir jalan serta menebang pohon. Aksi reda setelah Bupati Landak, Drs. Cornelis turun tangan dan mengajak massa untuk berhenti beraksi jalanan. Pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, kelompok Dayak tidak terwakili (semua menjadi Calon Wakil Gubernur)

9 April 2004
PEMILU Legislatif. Berikut perolehan kursi DPRD Propinsi Kalbar: Golkar 14 Kursi, PDIP 10 Kursi, PPP 8 Kursi, PD 7 Kursi, PAN 4 Kursi, PKS 2 Kursi, PDS 3 Kursi, PBR 2 Kursi, Merdeka, PDK, PKB,PNBK dan PKPB masing-masing 1 kursi. Total kursi di DPRD Propinsi 55 Kursi. 15 kursi diantaranya diisi oleh anggota DPRD Propinsi Kalbar dari etnis Dayak yang tersebar pada 6 partai politik yakni: PDIP, Golkar, P. Demokrat, P. Merdeka, PDK dan PDS.

2005
Pasca Pemilu 2004, sistem Pemilihan Kepala Daerah berubah menjadi Pemilihan Langsung oleh Rakyat (PILKADA) berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 6 Tahun 2005. Syarat calon adalah diusung oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dengan suara minimal 15%

26 Juli 2005
Berdiri secara resmi Pergerakan Cendekiawan Dayak (PCD) Kalbar sebagai wadah alternatif perjuangan politik orang Dayak. PCD bercita-cita mengumpulkan seluruh sumber daya lokal, nasional dan internasional untuk Kemajuan dan Perjuangan Politik Orang Dayak di Kalimantan. Tokoh-tokohnya Ir. Kristianus Atok, Ir. Dominikus Baen, Surianata S.Pd, Drs. Stevanus Buan, Yohanes Supriyadi, SE, Agustinus, S.Pd, Mikael, SH, Frans Ateng, SE, Lempeng, S.Pd, dll

2005
Pilkada Sintang, terpilih Drs. Milton Crosby, M,Si. (Dayak) Sebagai bupati (Gabungan Partai Politik)

2005
Pilkada Bengkayang, terpilih Drs. Yacobus Luna M.Si (Dayak) sebagai Bupati (PDI Perjuangan)

2005
Pilkada Sekadau, terpilih Simon Petrus,S.Sos (Dayak) sebagai Bupati (Gabungan Partai Politik)

2005
Pilkada Melawi, terpilih Drs. Suman Kurik,MM (Dayak) sebagai Bupati (Gabungan Partai Politik)

2006
Pilkada Landak, terpilih Drs. Cornelis,MH (Dayak) sebagai Bupati (PDI Perjuangan)

2007
Pilkada Gubernur Kalbar periode 2008-2013 yang dilaksanakan pada bulan Nopember 2007. Dalam Pilkada ini, Golkar dan PDIP secara otomatis dapat mencalonkan kadernya sebagai Calon Gubernur Kalbar karena melewati 15% dari total suara hasil Pemilu 2004. Golkar mengajukan pasangan Usman Jafar dengan LH Kadir, Sedangkan kandidat di PDIP adalah Drs. Cornelis,MH (Ketua DPD PDIP Kalbar yang juga Bupati Landak). Koalisi Partai Demokrat mengajukan Usman Sapta/ Ignatius Liong, dan partai non parlemen mengajukan Akil Mochtar/AR Mecer. Dari keempat kandidat Gubernur Kalbar tersebut diatas, hanya satu (1) dari kalangan etnis Dayak yakni Drs. Cornelis,MH.

2008
Tanggal 14 Januari 2008, telah dilantik Drs Cornelis MH dan Christiandy Sanjaya sebagai Gubernur Kalbar dan Wakil Gubernur Kalbar periode 2008-2013.

Adat Perkawinan Dayak Kanayatn

1. Tahapan-tahapan perkawinan adat orang Dayak Kanayatn
Tahapan perkawinan adat orang Dayak Kanayatn dapat dijelaskan dengan membuat urutan sebagai berikut:

1.1 Pinang Tanya’
Rangkaian upacara perkawinan, dimulai dengan rapat keluarga laki-laki atau perempuan yang khusus membicarakan tentang rencana perkawinan yang akan terjadi dalam keluarga mereka. Rapat keluarga ini membicarakan tentang siapa yang akan mewakili pihak keluarga untuk pergi ke keluarga yang akan dipinang. Orang yang mewakili ini disebut picara. Jadi tahapan perkawinan yang pertama sekali adalah telah diberangkatkannya picara oleh pihak orang tua laki-laki atau perempuan untuk pergi meminang. Apabila yang duluan berangkat picara dari keluaraga laki-laki ke keluarga perempuan, maka kelak apabila sudah menikah , pihak perempuanlah yang akan mengikuti pihak laki-laki dan sebaliknya apabila picara dari keluarga perempuan yang dulu berangkat ke keluarga laki-laki maka pihak laki-lakilah yang akan mengikuti pihak perempuan. Kehadiran Picara dari pihak lelaki ataupun perempuan pada kunjungan pertama ke rumah pihak si perempuan atau laki-laki biasanya hanya bersifat “perkenalan” saja, intinya adalah menyampaikan pesan bahwa yang bersangkutan mendapat “mandat “ untuk menyampaikan maksud meminang. Biasanya tidak tuntas atau belum mendapat jawaban sebagaimana mestinya, karena pertimbangan keluarga pihak perempuan/laki-laki minta tempo atau waktu untuk mengumpulkan ahli waris keluarganya terlebih dahulu, sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh pihak yang dipinang. Bila sudah ada persetujuan dari ahli waris yang dipinang maka langkah selanjutnya adalah bakomo’ manta’ yang ditandai dengankesepakatan waktu untuk pelaksanaannya.
1.2. Bakomo’ Manta’
Setelah tiba waktunya pada hari yang telah ditentukan oleh pihak yang dipinang, maka si picara datang untuk kedua kalinya ke rumah pihak yang dipinang yang telah dihadiri oleh ahli waris keluarganya. , kegiatan ini disebut bakomo’ manta’. Uraian berikut mengandaikan bahwa pihak yang dipinang adalah perempuan.
Dalam acara bakomo manta ini pihak perempuan, menanyakan kembali maksud kedatangan si Picara. Prosesi tanya jawab biasanya dilakukan dengan berpantun.

Pihak perempuan:
Babingke bakah bubu
Katangakng baur pate
Kamile-mile diri batamu
Sidi jarakng diri batele

Bide dah baampar katangah sami
Gulita dah batukutn ma’an
Buke’nya kami bai’ disarohi karamigi
Ahe ga’ kabar kamaru’ nian?


Jawaban Pihak Picara:

Baketo matok nasi’ kapingatn
Barinang tumuh kasaka maraga
Dah repo diri’ rapatn badudukatn
Mao’ bacurita muka’ kata

Batang padi akar bingke
Batang ansabi ka babah manggule
Atakng kami atakng Patone’
Minta’ bagi nasi’ ka pene


Jelasnya dari pantun pihak perempuan/tuan rumah (bait 1) menyatakan kegembiraannya mereka atas kedatangan tamunya itu, kemudian diteruskan pada pantun (bait 2) menyatakan apa maksud kedatangan mereka ini. Kemudian pantun tersebut dibalas oleh si Picara pada pantun (bait 3), kedatangan mereka adalah selaku Picara, dan diteruskannya dengan pantun (bait 4), maksudnya untuk meminang anak dara mereka.
Demikianlah dilakukan kalau kita datang meminang anak dara orang harus berbalas pantun untuk menyatakan kedatangan mereka, yang telah berlaku sejak jaman nenek moyang dahulu. Adapun untuk menetapkan waktu perkawinan harus ditentukan secara musyawarah antara pihak laki-laki dan perempuan. Sebelum pinangan disetujui oleh pihak perempuan, terlebih dahulu harus bertutur tentang silsilah keluarga untuk mengetahui halangan yang mungkin ada.

1.3. Bakomo Masak / Tunangan
Setelah tiba waktu yang telah ditentukan, maka picara pihak laki-laki datang kerumah pihak perempuan untuk membuat adat picara atau bakomo’ masak. Bakomo’ masak sebagai tanda bahwa kedua belah pihak telah mengikat kata. Adat bakomo harus mengeluarkan 3 ekor ayam. Ayam sebanyak tiga ekor tersebut gunanya:seekor untuk tanda sah, dibawa kepihak lelaki, dan seekor lagi untuk dua orang picara dari sebelah laki-laki, dan seekor lagi dimakan bersama malam itu juga dari keluarga yang hadir selaku menyaksikan bahwa pembicaraan ini sah dan tidak dapat diganggu gugat oleh ahli waris lainnya yang kebetulan ketika malam itu tidak hadir. Akhirnya ditetapkanlah hari tanggal dan bulannya untuk pelaksanaan perkawinan kedua mempelai ini. Apabila salah seorang dari mereka yang akan kawin ini mangkir janji, atau calon istrinya dilarikan lelaki lain, maka dipihak lelaki harus menuntut adat pertama, keburukatn pakarakng (bahan persediaan upacara kawin) menjadi sia-sia, maka peralatan bakal perempuan itu harus diganti/dibayar. Hukum adat ini disebut Pamatah Tagol (penganti kemaluan ). Bakomo Masak ini dapat pula dipadankan dengan acara pertunangan. Surojo Wignjodipuro, (1987:125) mengungkapkan bahwa, maksud diadakannya pertunangan adalah sebagai berikut:
a. Karena ingin menjamin bahwa perkawinan yang dikehendaki itu dapat dilangsungkan dalam waktu dekat;
b. Khususnya di daerah-daerah yang ada pergaulan bebas antara muda-mudi, sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan itu;
c. Memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling lebih mengenal, sehingga mereka kelak sebagai suami istri dapat diharapkan menjadi suatu pasangan yang harmonis.

4. Gawe Panganten ( pelaksanaan perkawinan adat)
Setelah kegiatan kegiatan diatas terselenggara dengan baik dan tidak terjadi sesuatu yang bisa menghalangi upacara perkawinan, maka kegiatan selanjutnya adalah upacara Perkawinan adat. Upacara ini diselenggarakan dalam berapa tahap, sebagai berikut :

4.1. Panganten Turutn Barasi
Sejak jaman dahulu, perjalanan dari kampung ke kampung masih ditempuh dengan berjalan kaki. Jarak satu kampung dengan kampung lainnya juga sangat jauh, sehingga untuk menempuhnya memerlukan waktu berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Karena perjalanan yang jauh inilah, maka rombongan pengantin harus memperhatikan pertanda dari alam yang dikenal dengan sebutan rasi. Dalam mitos orang Dayak Kanayatn, rasi ada dua (2) macam, yakni Rasi Malam dan Rasi Siang. Rasi Malam diwakili oleh suara jantek, kohor, sedangkan Rasi Siang diwakili oleh suara kijang ngaok, anjing nyalak.
Pengantin lelaki turun barasi dipimpin oleh empat picara, dimulai dari turun tangga di rumah pengantin laki-laki. Sebelum keluar rumah picara harus sudah babamang (ucap doa meminta pertolongan) bertujuan meminta jalan yang baik:
“aa...ian kami mao barangkata’ jubataa, kami minta’ abut nang gagas ampa bajalatn ka’ bide ka’ papatn (terjemahan bebas: oh Tuhan kami, rombongan kami sudah siap berangkat. Kami minta kepada-Mu berkat perjalanan yang baik supaya janganlah kiranya kami mendapat halangan dalam perjalanan ini).

Rombongan pangantin ini biasanya terdiri dari dua orang picara dari sebelah perempuaan, didampingi pula oleh dua orang picara dari sebelah laki-laki. Sebelum berangkat, kepala rombongan (picara) harus memastikan kesiapan keperluan yang harus dibawa ketika turun dari rumah si lelaki, akan menuju rumah pengantin perempuan, misalnya seperti langir binyak, beras banyu, beras sasah, serta sebuah tingkalakng yang berisi ayam rebus dan ayam hidup yang disebut angsa, dan lengkap dengan beras palawakng dan beras pulut serta bahan-bahan lainnya seperti tumpi’, poe’, sirih sekapur, nasi setungkus (nasi yang dibungkus dengan daun layakng/abuatn). Pengantin lelaki diiringi oleh beberapa anak bujang sebagai pangantar/rombongan, sehingga dari jauh tampak sebagai arak-arakan. Kira-kira kurang lebih tiga puluh meter lagi dari rumah pengantin perempuan, rombongan ini harus berhenti. Pengantin laki-laki dan rombongan tidak boleh dahulu naik tangga rumah pengantin perempuan sebelum rasi-rasi yang didengar di jalan tadi disambut dari pihak perempuan untuk melaksanakan adat dahulu. Adatnya harus memotong ayam dan mengangkat buah tangah/sebuah tempayan untuk melindungi dan membuang segala bunyi rasi selama diperjalanan.

Selesai adat buang rasi jelek dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka si pengantin lelaki beserta rombongan, oleh tuan rumah si pengantin perempuan dijemput dengan menghamburkan beras kuning , dan pengantin lelakipun dipersilahkan naik tangga beserta rombongan. Kaki pengantin laki-laki dicurahi/dibasahi dengan air, seolah-olah membasuh segala rasi dan barang yang kurang baik/jahat selama dalam perjalanan tadi. Setelah itu rombongan pengantin pun dipersilahkan duduk di sami’ (serambi muka). Di ruangan ini rombongan pengantin disuguhi beberapa makanan ringan seperti kelepon, lepat, tumpi’ (cucur) dan lemang serta minuman. Setelah makan dan minum, rombongan dipersilahkan untuk mandi. Setelah cukup beristirahat, rombongan disuguhi makan . Sore harinya pengantin laki-laki duduk menghadap sesajian di samping panyangahatn, yaitu buis bantatn ka’ tangah sami’ (Buis di tengah ruang). Buis bantatn bertujuan untuk memberitahu kepada awa pama (arwah orang tua bagi yang sudah meninggal) menyetujui perkawinan dan sekaligus memberkatinya.

4.2. Prosesi Adat Panganten
Setelah pengucapan doa (nyangahatn) di serambi tadi, acara berikutnya berturut-turut sebagai berikut :

a. Mantokng katinge’
Mantokng katinge’ (membersihkan dinding kamar pengantin) dalam artian bahasa adat yaitu peserta pengantin lelaki beserta rombongan dipersilahkan masuk dalam kamar/bilik tempat bersandingnya pengantin. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar jam 7 malam. Sebelum pengantin lelaki masuk dalam ruangan tempat bersanding, sang pengantin perempuan dan didampingi dara-dara dalam kampung telah duduk di tempat yang telah ditentukan oleh picara. Ditempat ini juga telah disediakan alat peraga seperti: cucur, lemang, nasi tenung sepiring serta sirih sekapur (disebut sirih papinangan yang disimpan dalam selapa). Pengantin laki-laki biasanya masuk kedalam ruang pelaminan dengan membawa pepinangan (sebuah tempat sirih). Ketika si pengantin duduk bersanding, disebelah kanan si perempuan, maka si pengantin lelaki menyodorkan bahan pepinangan kepada si pengantin perempuan dan sebaliknya pengantin perempuan menyodorkan bahan pepinangan juga kepada pengantin laki-laki. Ketika saling mempertukarkan bahan pepinangan tadi hendaknya jangan sampai bersentuhan, karena hal tersebut dianggap lancang/tidak sopan ( basa). Kebiasaan ini telah berlaku turun temurun.


c. Ngarapat Pengekng
Setelah acara saling mempertukarkan bahan pinangan selesai, maka si picara akan mengajak semua hadirin untuk menyaksikan acara marapat pengekng yaitu acara mempersatukan mereka selaku mempelai pengantin. Acara ini ditandai dengan Picara berdiri dihadapan kedua mempelai sambil mengambil nasi pulut yang telah tersedia dihadapannya dan dipegang-nya pada kedua belah tangannya. Lalu tangannya dipersilahkannya keatas bahu lelaki dan perempuan. Tangan kanan meletakkan nasi pulut tadi di atas bahu lelaki, dan tangan kirinya meletakkan nasi pulut tadi di atas bahu perempuan, dengan berdoa dalam bahasa adat yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai berikut: “ini kami selaku Picara dengan ini mempersatukan atau merapatkan mereka berdua ini dengan pulut, kiranya mereka dapat seia sekata supaya bersatu berumah tangga dan murah rejeki, apa yang dicinta dengan mudah didapat serta sampai keanak cucunya…” Demikianlah antara lain doa seorang picara selaku imam pengantin. Selesai picara merapat pengekng kedua mempelai, maka tibalah waktunya pengantin/mempelai disuguhi nasi tanung (nasi putih tanpa sayur). Nasi tanung ini dihadapkan kepada mereka berdua dan harus diambil dengan cara diambil oleh jari telunjuk dan ibu jari ( dijemput) oleh mereka berdua secara bergantian tiga kali berturut-urut, cara menjemputnya harus cermat dan hati-hati, dengan kehati-hatian ini nasi yang dijemput tidak jatuh, karna namanya saja sudah jelas bahwa nasi tersebut nasi tenung untuk meramalkan masa depan mereka berumah tangga. Setelah merapat pengekng dan nasi tenung selesai dilakukan, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Biasanya kedua mempelai diberi makan sepiring nasi dan lauk-pauknya untuk dimakan berdua. Mereka makan bersama/bergantian menjemput/mengambil nasi sepiring dengan cara saling menyuapi sampai kenyang. Demikian juga pada saat yang sama makanan dihidangkan untuk rombongan pengantin dan kaum keluarga dari sebelah pengantin perempuan dan tamu-tamu lainnya.

d. Petuah dan nasehat dari Picara
Selesai makan, salah seorang dari empat Picara tersebut akan memberikan petuah dan nasehat kepada kedua mempelai yang akan mengarungi samudra rumah tangga, yang bunyinya:
“Kalian berdua pada saat ini telah dipersatukan oleh Jubata (Tuhan) secara adat, yang disaksikan oleh kaum keluarga masing-masing. Dengan demikian mempelai laki-laki saat ini bukan lagi bujakng, tetapi telah bertanggungjawab kepada istrinya selaku suami. Demikian pula si perempuan pada saat ini bukan lagi dara, tetapi telah menjadi ibu rumah tangga yang patuh dan mendampingi suaminya dalam menjalankan roda kehidupan rumah tangga dan harus ingat akan pesan-pesan picara/pajarupm.”


e. Ngadap Buis bantatn
Keesokan harinya setelah kedua pengantin selesai mandi dan berdandan, dilaksanakanlah upacara puncak adat perkawinan yaitu berdoa kepada Jubata dengan didampingi seorang imam/ panyagahatn menghadap sesajian penganten ( buis bantatn). Kedua mempelai duduk bersanding diantara imam . Panggahatn akan mempimpin doa kepada Jubata (Tuhan). Kegiatan buis bantatn ini ditujukan untuk mengukuhkan dua manusia ini menjadi suami istri secara sah menurut adat. Selesai acara nyangahatn di sami’ (ruang depan), maka pengantin, rombongan pengantin perempuan dan undangan dipersilahkan masuk ke bilik (ruang tamu) untuk makan.

f. Pembagian Pirikng Pengantin
Selesai makan, acara dilanjutkan dengan acara membagi adat yang disebut dengan adat pirikng (adat membagi piring). Adat piring berupa irisan daging babi yang diletakkan diatas piring atau daun sebanyak 2 kali 32 buah pirikng atau 64 pirikng. Pembagian pirikng ini diatur sebagai berikut :
1. 32 pirikng dibagi kepada ahli waris sebelah bapak pengantin perempuan dan laki-laki, masing-masing 16 pirikng.
2. 32 pirikng dibagi kepada ahli waris sebelah ibu pengantin perempuan dan laki-laki-laki, masing-masing 16 pirikng.
Yang menerima pirikng ini adalah ahli waris kedua mempelai.

g. Ngatur Tingkalakng Paimbatatn/ tempat pengendong
Sebagai tahapan penutup acara perkawinan adat adalah pembagian Adat Tingkalakng Parimatatn, artinya sebuah tingkalakng (tempat yang terbuat dari bambu) untuk dikirimkan kepada besan perempuan. Tingkalakng ini akan dibawa kembali oleh rombongan pengantin perempuan saat turun barasi menuju rumah pengantin laki-laki. Adapun isi tingkalakng parimatatn tersebut adalah:
1. Babi salonekng (sabambu/ sepaha)
2. Beras sunguh dan poe’ (ketan) masing-masing sasalepe’ (seselepek).
3. Timako (tembakau) rokok seperlunya.
4. Pingatn (piring) putih 1 buah, selaku tono’ (tudung).
5. Tumpi’ (cucur) dan lemang seperlunya.
6. Gula dan garam secukupnya garam biasanya satu tuku.
7. iso’ (parang) fungsinya untuk melapangkan jalan penghidupan.
8. Ayam seekor yang telah direbus.
9. Ansa (angsa) atau ayam, kurang lebih 1 kg (untuk tampang/bibit).
10. Arak putih 1 botol.
11. Nasi setungkus (sebungkus), gunanya untuk bekal kehidupan.
12. Kepala 1 buah biasanya sudah mulai tumbuh untuk ditanam.
13. Sirih papinangan (untuk penyirihan lengkap) lengkap, dan lain-lain, yang dianggap perlu.

Setelah tiba dirumah pengantin lelaki, tingkalakng tadi diserahkan kepada keluarga pengantin lelaki dan isinya dimakan bersama. Tingkalakng parimatatn ini dapatlah dijadikan tanda bahwa kedua keluarga ini telah bersatu dalam jalinan perkawinan. Tingkalakng parimatatn ini berfungsi untuk memantapkan jalinan persaudaraan keluarga pengantin perempuan dan laki-laki.

5. Bapantang/ balala’.
Setelah rangkaian acara perkawinan adat selesai, maka keluarga pihak penyelenggara perkawinan menyelenggarakan acara bapantang bagi kedua mempelai. Acara ini dilakukan selama tiga hari. Pantang yang dimaksud adalah berupa larangan tidak boleh pergi kemana-mana. Setelah melakukan pantang selama 3 hari, dilakukanlah adat membuka lala’ (membuka pantangan). Dan saat itu juga diadakan upacara membuka langit-langit (kain khusus tanda pengantin). Kain khusus ini berupa tambalan kain yang terdiri dari berbagai warna. Dalam upacara pembukaan lala’ ini keluarga pengantin harus memotong ayam 3 ekor. Satu ekor diantara ayam yang dipotong ini di bawa kerumah pengantin laki-laki.

penulis adalah Singa/Timanggong Binua Kaca' Ilir, Kecamatan Menjalin Kabupaten Landak, tinggal dikampung Nangka

sejarah dan mitos

Sejarah dan Mitos
Kisah penciptaan alam semesta pada Orang Dayak Kanayatn di kampung Nangka dapat ditelusuri dari doa nyangahatn . Dalam kisah tersebut, disebutkan bahwa dipusat alam semesta ini terdapat sebuah pusaran air (pusat ai’ pauh janggi). Inilah yang disebut-sebut pohon kehidupan, yang daripadanyalah segala sesuatu tercipta dan kepadanyalah semuanya akan kembali.
Pada perkawinan kosmis di pusat ai’ pauh janggi kemudian tercipta kulikng langit dua putar tanah (kubah langit dan kubah bumi), yaitu Sino Nyandong dan Sino Nyoba yang memperanakan Si Nyati Anak Balo Bulatn Tapancar Anak Mataari (Nyati Putri Bulan dan Putra Matahari). Yang memperanakan Iro-iro man angin-angin (Kacau Balau dan Badai), memperanakan uang-uang man gantong tali (udara mengawang dan embun menggantung), memperanakan tukang nange man malaekat (Pandai Besi dan Bidadari), memperanakan sumarakng ai’ man sumarakng sunge (segala air dan segala sungai) memperanakan tunggur batukng man mara puhutn (bambu dan pepohonan) memperanakan antuyut man marujut (akar-akaran dan umbi-umbian) memperanakan popo’ man rusuk (kesejukan lumpur dan tulang iga). Kesejukan lumpur adalah perempuan dan tulang iga adalah laki-laki. Memperanakan Anteber dan Guleber. Anteber dan Guleber inilah yang dipercaya sebagai nenek moyang mereka.
Setelah menjadi manusia, selanjutnya, anteber dan guleber melahirkan anak-anaknya dan kemudian dalam waktu cukup lama melahirkan anak-cucu, sehingga dengan demikian, semakin banyaklah anak manusia dibumi.
Dalam sebuah cerita lisan disebutkan Ne’ Panitah, seorang maharaja dari negeri subayatn yang tinggal dan memerintah di Kerajaan Sapangko Kanayatn. Ia memerintah bersama para menterinya. Setelah menciptakan alam semesta beserta isinya, Ne’ Panitah memerintahkan para menterinya untuk memikirkan bagaimana agar seisi alam itu dikelola oleh manusia. Pada suatu hari, Ne’ Panitah hadir dalam mimpi seorang anak manusia bernama Ne’ Ramaga bersama istrinya Ne’ Dara Irakng. Dalam mimpinya, Ne’ Panitah mewahyukan kepada Ne’ Ramaga untuk menerima suatu aturan hidup yang dinamakannya “adat lima“ .
Nek Ramaga adalah salah seorang pemimpin komunitas yang hidup disebuah kampung bernama Pakana Bahana, hulu Sungai Mempawah. Ia hidup sebagai peramu hutan dan diangkat sebagai pemimpin oleh warga kampung itu. Dalam mimpinya itu, Nek Ramaga diperintahkan untuk mengundang tiga orang saudaranya yang juga menjadi pemimpin negeri untuk menjelaskan wahyu Nek Panitah. Menerima wahyu itu, keesokan harinya Nek Ramaga mengirimkan sepucuk surat undangan melalui salah seorang warganya kepada ketiga pemimpin dimaksud.
Tersebutlah Nek Matas, pemimpin warga disepanjang aliran sungai karimawatn (Sungai Mempawah). Saudaranya yang lain adalah Nek Taguh alias Pak Usutn, yang menjadi pemimpin warga yang hidup disepanjang aliran Sungai Sambas dan Nek Ria Sinir, pemimpin warga yang hidup disepanjang aliran Sungai Banyuke. Mendengar bahwa ada undangan Nek Ramaga, ketiga orang ini bergegas menuju Kampung Pakana Bahana. Berminggu-minggu ketiga orang ini menyusuri sungai dan lembah untuk mencapai kampung Pakana dan beberapa lama kemudian ketiganya sampai dengan selamat. Menyambut tamunya, Nek Ramaga telah mempersiapkan buis bantatn.
Dalam pertemuan itu, Nek Ramaga menceritakan bahwa beberapa waktu lalu ia berjumpa dengan Nek Panitah melalui sebuah mimpi. Nek Panitah memberikan sesuatu wahyu yang harus diikuti seluruh anak manusia dibumi. Setelah mendengar penjelasan Nek Ramaga, ketiga saudara ini menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan perintah dari Nek Panitah. Adat istiadat inilah yang kemudian dijalankan oleh ketiga orang saudara itu, hingga keanak cucunya dikemudian hari. Kelima adat itu adalah (1) Penekng unyit mata baras (irisan buah kunyi dan beberapa butir beras). Menurut Nek Ramaga, asal adat ini adalah dari Nek Unte’ di Kalimantatn, Nek Bancina di Tanyukng Bunga, Nek Sali di Sabakal, Nek Onton di Babao, dan Nek Sarukng di Sampuro. Fungsi adat ini adalah sebagai pelindung, menjaga kesabaran dan untuk keselamatan manusia. (2) Baras banyu banyang (bulir beras yang diberi minyak). Adat kedua ini berasal dari Nek Pangingu dan Nek Pangorok, berfungsi untuk meminta rejeki dan berkat. (3) Baras ijo (bulir beras berwarna hijau). Adat ketiga ini berasal dari Bujakng Nyangko dari Samabue, Kamang Muda’ dari Santulangan, dan Ngatapm Barangan dari Jajawe. Fungsi adat ini adalah melindungi manusia dari serangan maut yang datangnya dari luar. (4) Baras sasah (bulir beras yang diberi air sungai). Adat keempat ini berasal dari Gura’ Giro, Dewa Langit. Beta’ Beto, Dewa Tanah, dan Raja Naga Dewa Air. Fungsi adat ini adalah untuk membersihkan hal-hal yang jahat dan kotor dan (5) Langir binyak (kulit buah langir yang diberi minyak). Adat keliman ini berasal dari Bunga Putih Oncok Bawakng, Nek Lopo penguasa Bukit Bawakng, Sudu’ Nu’ Namput Ngalamputn Sengat, Pato’ Nu’ Alang Ngalalu’ Balah, Dayakng Nu’ Dandeng Bagago’ Jiba Sumangat, Bayu Rinsamang Harta Muda Dunia. Fungsi adat ini adalah untuk mengobati manusia yang sakit dan mengusir penyakit.
Sebelum pulang, ketiga orang ini kemudian mengadakan adat “totokng kanayatn “ untuk menerima lima adat yang diceritakan oleh Nek Ramaga. Untuk pelaksanaan adat ini, harus dengan 3 ekor ayam (buis bantatn). Karena ketiga orang ini berasal dari tempat yang berlainan, maka diadakan musyawarah yang dipimpin oleh Nek Ramaga. Ini dilaksanakan agar dikemudian hari tidak terdapat perselisihan atas pelaksanaannya. Hasilnya musyawarah itu adalah totokng kanayatn berupa buis bantatn yang diterima Nek Matas, tiga ayamnya dua telungkup dan satu telentang. Untuk Nek Taguh alias Pak Usutn, buisnya tiga ekor ayam telungkup semuanya dan untuk Nek Ria Sinir tiga ekor ayamnya telentang semua. Nek Matas kemudian pulang ke kampungnya yang bernama Titi Antu, tepi sungai karimawatn (Sungai Mempawah). Ia hidup bersama istrinya yang bernama Nek Dale Nibukng dan tiga orang anaknya yang bernama Nek Icap di Toho, Nek Rawa di Siakng Maradatn (Sepang) dan Nek Raga. Keturunan Nek Raga ini adalah Nek Gawe dan Nek Ludatn, leluhur orang Kaca’ dan Ohak. Ria sinir kemudian pulang kekampungnya bernama Kampung Jarikng, Kecamatan Menyuke sekarang ini. Ia hidup bersama istrinya yang bernama Nek Dara Itapm. Sedangkan Nek Taguh alias Pak Usutn, kembali ke kampungnya yang terletak di kaki Bukit Kape’, daerah Kecamatan Samalantan sekarang ini.

Kamis, 29 Oktober 2009

Dayak kanayatn

Ada beberapa polemik mengenai urakng dayak kanayatn. Ji pastor Dunselman OFM Cap, matakkatn dayak kanayatn adalah urakng nang make bahasa ahe/nana' man damea/jare. Persepsi nian ia nulis laka ia nanyai urakng bakati, "urakng ahe ge kao nian?" urakng bakati koa nyawab "kami nian urakng kanayatn". Tapi ngahe urakng bakati nang tuha-tuha, matak urakng nang pane ba ahe/nana man bajare/damea koa urakng bukit. Tapi pada saat dingadaatn acara naik dango, dama dayak kanayatn mulai dimake untuk nyabut urakng-urakng nang pane ba ahe/nana' man damea/jare. Waktu muka acara naik dango koa dimake istilah " adil ka'talino bacuramin ka'saruga mansengat ka'jubata" nang dingucapatn make bahasa tapiatn ahe. Mulai koalah dayak-dayak lain mulai nganali filosofi urakng di' dayak kanayatn.
(tesis pastor Fidelis Sajimin)

Rabu, 28 Oktober 2009

Talaga

Beberapa waktu lalu, kami man ayukng-ayukng k grup DAYAK KANAYAT nang ada ka facebook, kami mahas perihal tentang "mungkin na urakng di' dayak bisa turutn untuk nduduki posisi birokrasi nang ada ka pusat, karna selama nian nang mendominasi kamanyakatn jawa,batak,padang dan nang lainnya.
Menurut beberapa ayukng-ayukng diri, hal nian bisa jadi nyata apabila urakng-urakng diri dapat bapikir kedepan secara sehat, ame hanya mikiri diri pribadi, tongko' dapurnya na barasapa, pikiri uga page waris, talino diri. Dayak jaman dee man ampeatn leanya makin berubah, dimae jaman dee ja urakng diri BAANTATI DAUKNG GALA JA udah bapage, ampeatn' na ada.... Saling mendukung adalah kunci untuk maju, perkuat pendidikan dan budaya. Dengan pendidikan na diri urakng pa'baga. Dengan budaya, diri perkuat identitas diri. Dan uga ada problema nang dari dee na pernah berubah, untuk ayukng-ayukng nang sikolahnya tinggi-tinggi, diahe au daerah asal selalu dijadikan target utama waktu diri mao ngago karaja, memang biar mudah jati diri. Tapi coba tele ampeat, urakng lain' hampir mendominasi jabatan strategis di pusat dan provinsi daerah diri, sangahe persen urakng diri nang ada ka provinsi, lempahe koa?
Tolonglah buat ayukng-ayukng nang ngarasa putra putri dayak khususnya, tunjukan bahwa diri-diri nian mampu dan harus bisa, karna sae agi nang majuat'na tanah diri nian.

Senin, 29 September 2008

esa

PERKENALAN
dawe" ha kamuda diri euey, nama sih mulih singkat tapi singkatannya koa munuh yukng, dayak west borneo, ha kamae na munuh...................

bakamaean kamuda diri nian, ayo tunjukan kreasi kita-kita nang jago k dunia maya, ame hanya di pajuh babaro bagi-bagi ugak'lah man ayukng....

kami kamuda DAWE walaupun pane sabebet-sabebet tapi tele koa paro' ada kita maca tulisan kami nian kan?

Minggu, 28 September 2008

dawe collection

BACURAMIN

DAYAK,. wew, mae ?
kamuda diri ampeat nian kamanyakat'n misah-misah'hat dirinya babaro-babaro, kamae majua coba tele, ampeat'n masing-masing manjoat pakumpulat nang' ka'siNgkajah K' kelompok man dirinya masing-masing.
nang koa me' nang nayabuta dirinya urakng dayak koa, ayo ampeatn diri neleatn' ka urakng'-urakng', dayak koa buke hanya kalompok-kalompok kamuda nang suka mabuk, pokok nang jahat-jahat k'mata urakng'lah, mulih nyocok,nang ampa jakata diri, kamaea menya na' dari jaman na ene'k iyut cocokatn(arak)koa udah ada, jadi bisa dibatak udah kebiasaan diri, "TAPI AME RESE"...!

jadi injeh diri nang muda-muda basatu, bisa antar kalompok-kalompok, kade basatu kan SADAP koa ...........

Jadi inti dari tulisan kami nian, maba ayukng-ayukng untuk basatu padu, diri sebagai urakng dayak OK...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!